[cerpen] Cinta Teman Sejawat
Ada
tiga guru baru, satu perempuan bernama Andira dan dua laki-laki yakni
Riko dan Jatman. Kehadiran ketiganya disambut hangat guru-guru lama. Satu guru
baru perempuan itulah yang menjadi pusat perhatian terutama dari bapak-bapak.
Bukan karena cantik mencolok, tapi karena hanya dia perempuannya yang masih
gadis, sedangkan guru lama yang masih lajang adalah Mardalih. Terkesan ada
keinginan sebagian guru untuk menjodohkan kedua lajang itu. Namun Mardalih tampaknya
tak hirau walau beberapa teman menggodanya lebih serius.
Setelah
semua pejabat sekolah lengkap rapat awal tahun pelajaran dimulai. Pada saatnya
ketiga guru baru tersebut diberi kesempatan untuk mengenalkan diri. Saat
giliran Andira bicara beberapa guru menyebut-nyebut nama Mardalih seakan ingin
menjodohkannya, terlebih saat Andira menyebutkan status gadisnya. Seketika
suasana riuh. Menyadari dirinya dikaitkan dengan Mardalih, Andira tersipu.
Kehadiran ketiga guru baru itu disambut hangat oleh semua guru lama.
Rapat
berlangsung cepat. Tak ada diskusi atau tanya jawab yang membahas segala macam
persoalan sekolah. Usai pembagian tugas-tugas sesi berikutnya adalah makan
bersama. Meskipun guru-guru beserta stap tata usaha yang hadir mencapai enam
puluhan orang tapi hidangan yang disediakan dipastikan bakal cukup. Semua yang
hadir dijamin bisa kenyang. Soal biaya tanggung jawab kepala sekolah. Tak
banyak yang tahu bahwa sebagian besar menggunakan dana pribadinya.
Kendati
dibecandai dan dipasang-pasangkan dengan guru baru respon Mardalih datar saja.
Yang paling menarik baginya justru hidangan yang menggugah selera makannya.
Menunya beragam, ada gumare bakar, bawal bakar, ayam bakar, nasi liwet, capcay,
sea food, karedok, otak-otak dan lain-lain. Minumnya jus jambu, jus alpukat,
jus jeruk, jus buah naga, tinggal pilih. "Perbaikan gizi!" cetus
salah seorang guru berkelakar.
Komando
ada di kepala sekolah. Begitu kepala sekolah mulai makan, yang lainnya
mengikuti. Dengan cara makan-makan begitu diharapkannya semua personal dapat
bekerja sama bagi kemajuan sekolah yang dipimpinnya.
Sesungguhnya
Mardalih tak bisa benar-benar tidak peduli terhadap kehadiran Andira, akibat
dibecandai teman-temannya, timbullah sedikit rasa penasaran ingin memandang
wajahnya. Sesekali dia mencuri pandang. Tak timbul getaran hati terhadapnya.
Namun bagi Mardalih menjalin hubungan baik dengan siapa pun adalah keniscayaan,
tanpa kecuali dengan Andira yang akan jadi teman sejawatnya, terlebih sama-sama
guru honorer.
Sebenarnya,
beberapa bulan sebelumnya Mardalih sempat pula membaca surat lamaran Andira
ketika mendapatinya di meja kepala tata usaha. Dia meminta ijin membacanya,
dibacalah seluruhnya. Dengan begitu dia tahu biodata Andira. Masuknya Mardalih
ke ruang tata usaha sekadar untuk menjalin silatrahmi dengan semua stap tata
usaha.
Pada
hari ketiga masuk sekolah Mardalih masuk ke ruang tata usaha kebetulan ada
Andira sedanng meminta buku absen. Terjadilah saling tegur sapa. Dua pasang
mata beradu pandang. Seketika Mardalih menemukan pesona pada sepasang mata
Andira. Ketertarikannya menguat tak terkira, juga keberaniannya untuk mendekati
Andira. Di luar dugaannya bahwa ternyata Andira sangat ramah. Ada kemistri
antara keduanya.
"Boleh
minta nomor HP?" pinta Mardalih.
Dengan
cepat Andira memberikannya. Terjadilah saling tukar nomor HP. Jalan komunikasi
mulai terbuka. Mardalih mulai mengirim pesan, menanyakan hal-hal kecil sebagai
bentuk perhatian. Andira menanggapi positif. Selanjutnya, komunikasi melalui HP
berlangsung tanpa kendala hingga sampailah pada niat Mardalih untuk datang ke
rumah Andira. Penting bagi Maralih mengetahui rumah Andira. Agar jika suatu
saat ada keperluan tak harus mencari-cari. Namun Andira mengajak bertemu di
Modern Mall.
Mardalih
membawa mobil pinjaman milik kakaknya. Bertemulah keduanya di mal tersebut.
Setelah mendatangi satu toko untuk membeli sesuatu Andira minta diantar ke
Pusat Servis Samsung di kawasan Jalan Candra untuk menyervis HP-nya yang
bermasalah. Dengan senang hati Mardalih menyanggupi. Tak sampai setengah
jam masalahnya teratasi. Dalam perjalanan mengantar pulang Andira, setelah
mencermati reaksi-reaksi positif Andira, Mardalih menyatakan cintanya dan
berniat akan memperistrinya jika Andira bersedia. Walhasil, Andira menerima
dengan senang hati. Sepasang lajang yang sudah cukup usia itu saling jatuh
cinta. Bunga-bunga asmara menghiasi hati keduanya.
Andira
turun dekat rumahnya. Mardalih tak diperkenankan mampir ke rumahnya. Kira
Mardalih, mungkin Andira belum siap menerimanya di rumahnya. Mardalih berniat
dalam waktu dekat akan berkunjung ke rumah Andira sekalian mengenalkan diri
kepada orang tuanya.
Sepekan
berlalu, Minggu siang, di tepi jalan dekat rumah Andira, Mardalih menelepon.
Andira kaget, tidak mengira Mardalih akan datang. Mardalih sengaja ingin
membuat kejutan sekaligus menguji apakah dirinya diperkenankan bertamu.
Meskipun sepertinya agak terpaksa, Andira mempersilakan Mardalih datang.
"Maaf
yah, begini keadaannya. Rumahnya jelek, berantakan pula." Andira grogi.
"Tidak
apa-apa. Santai saja."
Ayah
Andira sedang pergi, sedangkan ibunya ada. Mengetahui kedatangan Mardalih,
ibunya muncul. Mardalih mengenalkan diri.
"Oh
ini orangnya. Aku sudah tahu, kamu Mardalih bukan?"
"Betul
Bu."
"Maaf
yah, Andira, anak pertamaku, tidak akan dijodohkan dengan guru, apalagi guru
honor. Aku bekerja di TU SMP. Jadi aku tahu persis prosfek guru honor
sekarang. Untuk jadi PNS selain lama juga tidak gampang. Paling tidak, Andira
harus punya suami pengusaha atau pekerja kantor perusahaan yang gajinya pasti.
Tapi kalau mau berteman kalian berteman saja sebagai sesama guru."
"Ibu.
Kok ibu begitu!" Andira menyelak.
"Kamu
diam."
Mardalih
tertunduk. "Begitu Bu yah. Tadinya saya bermaksud ingin memperistri
Andira. Kami bukan remaja lagi sehingga menurut hemat saya tidak perlu
berlama-lama kami menjalin hubungan. Selain, saya diminta segera menikah agar
tidak dilangkahi adik saya yang akan segera menikah."
"Itu
urusan kamu. Andira sudah ada calonnya, tinggal menunggu waktu yang tepat untuk
dipertemukan. Ayah calonnya masih di luar negeri. Mungkin dalam waktu dekat
akan pulang."
Mardalih
terdiam.
"Ibu,
kok aku tidak tahu." Andira mencetus.
"Nanti
juga tahu. Orang tua akan mencarikan jodoh terbaik bagai anak kesayangannya.
Kamu tenang saja."
"Ada-ada
saja ibu ini." Andira terbawa emosi.
"Aku
tidak melarang kalian berteman, tapi cukup berteman, bukan pacar, apalagi calon
suami."
"Baiklah
Bu." Bicara Mardalih lirih.
Suasana
tidak kondusif, Mardalih memilih pamit. Kesedihan menghiasi wajah Andira.
Mardalih kemudian menyadari bahwa ibu Andira berteman dengan ibu Maemunah, stap
tata usaha di sekolahnya. Apa-apa yang diketahui ibu Maemunah tentang dirinya
tersampaikan kepada ibu Andira.
***
Kendati
tak ada kata putus jalinan cinta tak sehangat ketika saat saling menerima.
Mardalih ingin mundur teratur kendati Andira mengaku bahwa cintanya hanya untuk
Mardalih. Bulan berganti kabar perjodohan Andira dengan seseorang pilihan orang
tuanya belum juga terdengar. Melalui ibu Maemunah, ibu Andira berpesan agar
Mardalih tidak mendekati anaknya.
Mardalih
tidak merasa perlu berjuang keras untuk mendapatkan Andira yang dalam
penilaiannya sederhana saja, berbeda jauh dari yang ibunya sanjungkan.
Kehilangan Andira tidak akan membuatnya terluka dalam. Tanpa menyepelekan
kebaikan Andira, ketertarikannya terhadap Andira menurun akibat kesombongan
ibunya.
Tuntutan
di keluarga kian menguat. Orang tuanya tak mau Mardalih dilangkahi adik laki-lakinya.
Adik perempuannya telah lebih dulu menikah. Tuhan kemudian memudahkan jodoh
Mardalih. Dalam libur semester Mardalih berjodoh dengan saudara saudara jauhya,
Siti Sofiyah, lulusan pesantren tahfiz quran. Kendati diperantarai tapi
keduanya saling mencintai.
Hanya
kepala sekolah dan seorang wakilnya yang diundang untuk menyaksikan ijab
kabulnyaa di kediaman mempelai wanita. Tak ada acara resepsi melain hanya
pertemuan keluarga besar kedua belah pihak.
Saat
sekolah kembali aktif ada suasana berbeda di ruang guru. Tangis Andira pecah.
Guru-guru berbisik-bisik membicarakan kisah cinta yang kandas antara Mardalih
dan Andira. Nasi telah menjadi bubur. Permintaan maaf Mardalih telah
disampaikan kepada Andira, namun Andira tak dapat menyembunyikan kekecewaannya
kendati dia menyadari bahwa kegagalan cintanya bukan kesalahan Mardalih.
Seiring
waktu berjalan, ibarat sinetron seri, Andira kejar tayang. Melalui Susanty,
siswa yang diajarnya, Andira dikenalkan dengan pamannya yang konon pekerjaannya
sebagai pemilik perusahaan pengembang perumahan di Kota Hujan. Dua bulan
berselang Andira dikabarkan menikah.
Mardalih
menjaga jarak. Rasa cinta yang pernah ada ditepisnya jauh-jauh demi menjaga
cintanya dengan sang istri. Hubungannya dengan Andira tak lebih sebagai teman
sejawat, sama dengan teman-teman guru lainnya.
Tanpa
harus mencari tahu, kabar keberadaan rumah tangga Andira sampai juga ke telinga
Mardalih, termasuk pekerjaan suami Andira sebagai mandor bangunan. Andira
tinggal bersama suaminya mengontrak rumah di kawasan Cimone. Begitu punya anak
satu kembali tinggal bersama orang tuanya di Kalideres karena suaminya pulang jarang
pulang karena tempat kerjanya pindah lebih jauh. Kakak peremppuan ibunyalah
yang membantu merawat anaknya.
Kendati
hampir setiap hari bertemu, dalam satu ruangan pula, antara Mardalih dengan Andira
nyaris tak saling bertegur sapa. Panggilan sayang yang dulu pernah ada telah
lenyap. Jika pun terpaksa harus bertegur sapa, hanya sebatas sesama guru.
Ketika kebetulan jadwal mengawas ujian seruang berdua, Mardalih meminta kepada
panitia untuk pindah ke ruang lain.
Memasuki
tahun keenam usia perkawinannya Andira menggugat cerai suaminya. Gugatannya
dikabulkan hakim pengadilan agama tanpa dihadiri pihak tergugat. Mengetahui hal
itu Mardalih biasa saja.
Bagai
tanaman yang baru dipindahkan, daun-daunnya layu. Begitullah Andira. Namun
seiring waktu Andira kian tampak segar, terlebih setelah gajian. Sejumlah teman
kerap bercanda seolah ingin menjodohkan Mardalih dengan Andira. Seakan mereka
lupa bahwa Mardalih telah beristri dan beranak dua.
Di
mata Mardalih, Andira tampak kian menarik, makin cantik. Namun kabar bahwa
Andira kerap berganti ganti pacar selalu sampai ke telinganya, bahkan sampai
ditunjukkan kepadanya foto Andira dalam pelukan laki-laki. Ada rasa kasihan
Mardalih terhadap mantan pacarnya itu. Mardalih memahami bahwa Andira ingin
segera punya suami, namun kesannya Andira menjadi perempuan gampangan dan cenderung
liar. Meskipun rasa cinta sebenarnya masih ada dan dia yakin Andira masih
menyimpan rasa cinta, tapi tak mungkin dirinya memperistri Andira.
"Lihat
ni yang terbaru." Seorang teman memperlihatkan foto Andira dipeluk
laki-laki di akun media sosialnya.
"Apa
urusannya," tampik Mardalih.
Dia
enggan dilibatkan meskipun dalam hati ada rasa cemburu. Diredamnya perasaaan
itu kuat-kuat. Ada keinginan di hati Mardalih untuk menasihati Andira agar
menjaga perilaku tapi apalah daya karena Andira bukan lagi siapa-siapanya.[]
Komentar
Posting Komentar