Asal Nama Bonang
Catatan Usman Hermawan, Warga Gurubug
Tanah yang dijadikan perumahan tersebut berada di
kawasan desa Bojong Nangka yang meliputi wilayah, Bojong Nangka, Kampung Bambu
Gurubug, dan Babakan. Sebagian besarnya
adalah sawah dan tegalan. Proyek tersebut bukan saja melahap sawah dan lahan
tanah darat yang kurang produktif, tapi meluas ke lahan yang bisa dibangun
rumah warga untuk keturunannya kelak.Banyak warga tergiur menjual tanahnya.
Area keseluruhan yang dibangun perumahan menjadi cukup luas. Area yang sekian
luas tadinya milik ratusan orang.
Ada nama yang saya tahu memiliki lahan cukup luas,
seperti Babah Kuwok yang di atas lahan bekas rumanya belakangan berdiri Puskesmas Bojong Nangka. Ada juga
Babah Cacin yang lahannya kemudian jadi sebagian blok SH Kabarnya beliau beserta keluarganya pindah ke
Lampung. Tahun-tahun belakangan, lahan sawah milik Haji Temu dibatrer, kemudian
dibangun ruko yang letaknya dekan kolam renang Daxsen.
Pihak pengembang, yang biasa berhubungan dengan
warga yang menjual lahannya biasa akrab dengan panggilan Bapak Pepen. Menjual
sawah dan kebon merupakan solusi instan untuk mengatasi masalah kekurangan
uang. Dari hasil penjualan tanah sebagian warga membeli sepeda motor, membangun
rumah, dan berbagai barang konsumtif. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp 750.
Seiring waktu, ketika kakek saya, Hamdi, menjual tanah, dan saya pun ikut
memegangi meterannya, harganya Rp 1500 per meter. Ya, seribu lima ratus rupiah.
Terbilang murah ketika itu. Itu sekira
tahun 1981 ketika harga perhiasan emas 24 karat kurang dari sepuluh ribuan per
gram.
Dunia terus berubah. Zaman berubah. Alam berubah. Sawah berunah jadi rumah. Satu persatu manusia pun tutup usia dan regenerasi. Ribuan rumah terisi. Penduduk bartambah padat. Keramaiannya bisa kita saksikan sekarang.[]
Artikel ini memungkinkan untuk diperbarui.
Komentar
Posting Komentar