[Memoar] Ada Ular dalam Saku (bagian 2)
Lanjutan
Inilah tantangan yang memaksa aku “naik kelas” dengan sebutan
dosen. Namun kemudian ada yang membuat aku kecewa. Kukira soal nilai mahasiswa
menjadi otoritasku sebagai pengajar. Aku pun pasti akan menyesuaikan predikat
apa yang harus aku berikan, A, B, C, atau D. Aku tidak suka dengan rekayasa dan
kecurangan. Yang terjadi adalah ketika menjelang ujian semester. Mereka
ujiannya di kampus UNTIRTA Serang.
Sebelumnya para dosen diminta membuat soal ujian. Aku
masukkanlah soal ujian ke dalam amplop melalui koordinatop pelaksana program.
Sekian hari kemudian, pada saatnya, aku pun mengawas ujian di UNTIRTA. Pergi
pulang naik bus. Selesai ujian ada mahasiswa yang mengatakan kepadaku, “Pak
soal dari bapak keluar.”
Aku heran, kok mereka tahu soal dari aku. Aku didera keheranan
dalam waktu yang lumayan panjang. Usut punya usut ternyata soal yang aku
berikan dibedah di Sepatan. Pembedahan soal itu tanpa seizin aku. Bagiku itu
pelecehan dan curang. Ketika aku mengungkapkan kekecewaan kepada rekan sejawat
yang juga seniorku dia katakan dengan entengnya, “Gak apa-apa.”
Oh, begitu. Aku membatin. Ketidakpuasan itulah yang kemudian
berakibat pada semangatku yang drastis melemah dan hingga ahkirnya aku
memutuskan berhenti mengajar. Tentu semua itu pengalaman berharga.
Pada masa akhir tahun pelajara itu antara Mei-Juni 1999 aku putuskan untuk
melepasnya. Keempatnmya aku sudahi. Harapan lulus CPNS pun seperti jauh
panggang dari api. Sekolah negeri tidak bisa diharapkan. Kegiatan sampinganku
di rumah buka usaha fotokopi dan ATK. Kembali aku idealis, andaipun harus
membayar lima ratus ribu rupiah sekalipun, aku tak sudi jika itu namanya
menyogok. Lebih baik digunakan untuk menambah modal usaha. Walau usahaku tidak
berjalan mulus, tapi terlanjur basah, usaha harus diseriusi.
Berhenti mengajar di empat lembaga bukan bermaksud berhenti jadi
guru. Bapak Kadari, seniorku diminta menangani SMA Islamic Centre Tangerang oleh
Bapak Ace Affandi, kepala sekolahnya. Aku pun ikut masuk melalui Pak Kadari dan
datang ke rumah Pak Ace. Walhasil aku pun diterima mengajar di SMA Islamic
Centre yang ketika itu masih bernama Al Mahmud dan baru memasuki tahun ketiga.
Aku menjadi guru di situ mulai Juli 1999 hingga tujuh tahun kemudian. Di antara
rentang tujuh tahun itu aku pernah berhenti, tidak mengajar. Aku fokus
mengurusi usaha. Namun karena tak nyaman tidak jadi guru, maka kembalilah aku
mengajar di sekolah tersebut. Jadi tolat mengajar selama enam tahun.
Suatu ketika pulang mengajar aku terkejut luar biasa. Begitu
tiba di rumah tangan kananku merogoh kantong kanan jaket yang masih kupakai.
Seekor ular terpegang, langsung aku pegang dan kubuang. Aku bergidik, geli. Aku
sangat jijik terhadap ular. Terbayang jika aku merogoh saku saat mengendarai
motor. Bisa melayang nyawaku akibat tabrakan. Ngeri. Aku heran, mengapa di
sakuku ada sekor ular. Ular itu sebesar jari kelingking, kecil, kalau menggigit
mungkin rasanya cuma gatal.
Setelah kupikir-pikir, kemungkinannya dua yakni ada siswa
sengaja memasukkannya, atau ularnya sendiri yang masuk ke saku jaket yang
berada di motor. Motornya terparkir di sisi lapangan dekat semak. Sampai aku
meinggalkan sekolah itu tak ada informasi pasti bagaimana caranya ular itu
sampai berada di saku jaketku. Anggaplah itu sebagai hadiah yang surprise yang
terla......lu.
Setelah sekian lama menjadi guru tentu ada banyak ragam detil
pengalaman baik yang menyenangkan maupun tidak, yang tidak terungkapkan di
sini. Itu menjadi bagian dari pengalaman hidup dan bagian dari suratan nasib
yang Allah berikan. Bersyukurlah aku bahwa hingga tulisan ini dibuat, ibarat
bercocok tanam, tinggal memetik buahnya. Terima kasih Anda sudah meluangkan
waktu membaca tulisan ini semoga bermanfaat.[]
Komentar
Posting Komentar