Menakjubkan: Karya tulis anak SD Sebagus Itu

 



Ibu Maesaroh, teman sekelas ketika kelas satu SPGN (Sekolah Pendidikan Guru Negeri) tahun 1986, via japri WA meminta aku menjuri Lomba menulis cerita tingkat SD aku langsung menolak, kataku, “Gak sempat, sedang membetulkan genteng.” Padahal sedang istirahat setelah  mengecat tembok kontrakan yang akan dipesan orang. “Aku buatkan SK-nya,” balasnya lagi. Tak kuacuhkan karena aku tidak tertarik.

“Maksud di atas genteng apa?” kirimnya.  Aku balas dengan foto bagian atas rumah bergenteng untuk meyakinkan agar aku tidak memenuhi permintaannya.  Dia kirim lagi, “Bukan sekarang, tapi Kamis.” Hari itu Jumat tanggal merah (18/4/2025). Kalau begitu, aku tak punya alasan untuk mengelak. Jadi, sebenarnya aku malas jadi juri menulis cerita. Terbayang bahwa aku harus membaca karya sejumlah peserta lalu memberi skor nilai. Meski begitu aku tidak mengiyakan.

Rencananya karya peserta diketik. Kupikir aku tidak perlu datang, cukup menerima filenya karena semua harus kubaca. Ternyata tidak karena harus diumumkan hari iitu juga. Pada hari lainnya dikirimlah tema pilihannya, yakni: 1. Membangun 7 kebiasaan yg baik; 2. Bumi yang Asyik; 3. Petualangan yang tak terlupakan.

Peta lokasi yang telah dikirimnya tak sempat aku baca. Kukira lokasinya di antara sejumlah SD yang ada di Periuk, antara satu sampai lima mungkin, dekat kelurahan. Aku bertanya, “SD Periuk berapa?” Maksudku agar ketika aku datang di lokasi sejumlah SD itu tinggal mencari SD berapa. Ternyata lokasinya bukan di situ.

Kamis (24/4/2025), jadwal mengajarku empat jam pertama. Saat jam pertama hampir habis Maesaroh menelepon agar aku segera datang. Dilema. Siswa diberikan tugas untuk dikumpulkan setelah selesai. Aku titipkan bukuku kepada seorang siswa agar dibawakan ke ruang guru saat jalm pelajaran berakhir. Aku pun menuju parkiran dan segera tancap gas meluncur ke TKP.

Sebelumnya aku baca peta lokasi, kira-kira aku tahu lokasinya, sehingga aku tak perlu menggunakan google maps sebagai petunjuk jalan. Tiba di jalan bercabang aku pilih kiri tapi kemudian ragu. Ada pedagang, aku pun bertanya. Dia menunjukkan, jalanlah lurus terus di ujung belok kanan. Ternyata jalan menyempit, hanya cukup untuk satu motor. Kukira aku tersesat. Itu gang yang belum pernah aku lalui. Perjalanan makin tak jelas arahnya karena ada beberapa perempatan kecil. Kuambil jalan lurus, makin jauh. Pada akhirnya, mentok belok kanan. Ternyata sekolahnya di sisi kanan. Pada papan namanya tertera: SDN Periuk Jaya Permai. Belok kiri masuklah dan motor kuparkirkan.

Aku tak ada yang menyambut karena tak ada orang yang kenal. Kutelepon Maesaroh, ternyata dia sedang di lantai atas, ruang lomba. Dia menyambut dan aku pun ke sana. Seperti biasa teman lama itu sikapnya ramah bertemu di mana pun. Aku diperkenalkan dengan juri lainnya, yakni ibu Rizka. Selanjutnya akupun banyak berbincang dengan dia. Beliau berkantor di dinas kearsipan dan perpustakaan Kota Tangerang.

Para peserta menempati kursi di depan komputer. Para guru pembimbing dipersilakan keluar. Peserta yang hadir 17 orang dari 30 yang diperkirakan. Kupikir, dengan begitu turut meringankan tugas juri. Durasi pengerjaan dua sampai tiga jam. Begitu dipersilakan mengerjakan, seketika jari mereka bergerak. Terdengar suara kretak-kretek bagai hujan gerimis menimpa genting rumah.

Di sela-sela waktu pengerjaan peserta kami, aku dan ibu Rizka, berbincang beragam topik. Tampilan kostumnya yang modis mengingatkan aku pada penyanyi lagu Padang yang kerap muncul di tiktok, Fauzana dengan lagu hitsnya Cinaan Bana.

“Ada yang bilang ibu mirip Fauzana gak?” tanyaku nekat.

“Gak.”

“Tahu Fauzana, penyanyi yang sering muncul di tiktok?”

“Ga tahu.”   

 Mungkin dia tak suka tiktokan.

Waktu terus bergulir. Satu peserta selsai dilanjutkan dengan peserta lainnya. Durasi kurang lebih dua jam. Semua selesai. Karya peserta dicetak rangkap dua untuk dua juri. Aku pun mengamati satu persatu dan memberinya skor nilai. Puyeng juga membaca teks cerita sekian banyak. Setelah semua skor terjumlah, digabungkanlah skor dari kedua juri. Diambillah 6 nilai tertinggi untuk juara 1-3 dan juara harapan 1-3. Nama-nama pemenang dimuat pada surat keputusan juri.

Hasil penjurian diserahkan kepada panitia. Bersama para panitia kami berkumpul dan berfoto. Sebelum itu aku berikan buku kumpulan cerpenku kepada temanku Maesaroh dan Ibu Rizka. Hal itu diketahui rekan-rekan panitia yang semuanya ibu-ibu.

Pengumuman pemenang akan dilakukan beberapa saat lagi tapi aku ingin segera meninggalkan lokasi untuk kembali ke SMAN 15. Aku pamit. Maesaroh mengisyaratkan ingin memberikan amplop, tapi dengan cara memasukkannya ke bawah jok motorku. Dimasukkanlah. Aku pun pamit, star dan berlalu. Selesailah urusanku.

Kabar bahwa dia jadi kepala sekolah lama aku dengar. Tapi tugas terakhirnya di sekolah mana aku juga belum menanyakan. Semula aku mengira  tugasnya di sekolah tempat lomba itu, ternyata bukan. Kata Pak Lasiman, dia masih bertugas di sekolah yang lain. Di even lomba FLS2N Kota Tangerang, pada tingkat kecamatan Periuk itu dia sebagai ketua panitia.

Di parkiran SMAN 15, aku buka amplop pemberiannya. Wow! Hangat. Bagiku lebih dari cukup.

Terhadap karya ke-17 peserta aku amat salut setelah meyakini bahwa mereka tidak ada yang nyontek saat mengerjakan. Sekira 500 kata diselesaikan kurang dari dua jam. Nyaris tanpa kesalahan teknis. Mereka murid SD kelas 5. Mereka adalah juara. Namun karena harus dipilih 6 maka untuk juaranya maka dipilihlah yang terbaik berdasarkan skor tertinggi. Prestasi mereka menjadi indikasi bahwa mereka pasti sudah berlatih dengan serius. Di belakang mereka dapat dipastikan ada guru hebat yang mau bersungguh-sungguh membimbing muridnya. Aku mengapresiai. []

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesona Burayot, Sebuah Catatan Perjalanan ke Garut

HP Hilang, Susah pun Terbayang

[Catatan Perjalanan] Dari Pasar Lama ke Rumah Sakit